Home » » Berbeda Dengan Connie Rahakundini Bakrie, Steve R. Mara : "Kita Perlu Melihat Interseksi Kelompok Bersenjata di Papua, Perang Dimensi ke-5 dan Jaringan Terorisme Generasi Ke-4 sebagai Pintu Masuk Perang Dimensi ke-6"

Berbeda Dengan Connie Rahakundini Bakrie, Steve R. Mara : "Kita Perlu Melihat Interseksi Kelompok Bersenjata di Papua, Perang Dimensi ke-5 dan Jaringan Terorisme Generasi Ke-4 sebagai Pintu Masuk Perang Dimensi ke-6"

Sumut Nusantara, Papua - Berbeda Dengan Connie Rahakundini Bakrie, Steve R. Mara : "Kita Perlu Melihat Interseksi Kelompok Bersenjata di Papua, Perang Dimensi ke-5 dan Jaringan Terorisme Generasi Ke-4 sebagai Pintu Masuk Perang Dimensi ke-6"



Oleh : Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han (Analis Muda Indonesia)

I.    Kelompok Bersenjata Papua Beberapa Bulan Terakhir
Kelompok bersenjata di Papua dalam beberapa waktu terakhir ini terlihat terus meningkatkan volume serangan mereka kepada kekuatan pertahanan militer Indonesia dan juga kepada warga sipil dibeberapa daerah di Papua. Kelompok bersenjata yang menyebutkan kelompok mereka sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) ini melakukan serangan dan mengaku bertanggung jawab atas setiap serangan yang dilakukan, hal itu disampaikan oleh juru bicara kelompok tersebut melalui video singkat yang viral di media sosial (sumber : republika.co.id, 14 april 2023)

Penyerangan yang dilakukan oleh kelompok tersebut kepada militer telah dikonfirmasi menggunakan senjata modern dan juga bom modern, diantaranya adalah senjata MI6A2 dengan pelontar granat buatan Amerika Serikat, AK 2000P buatan China, Lithgow L1A1 SLR buatan Australia. (sumber :kabar24.bisnis.com, 20 April 2023). Selain itu ada juga senjata hasil rampasan dari TNI dan POLRI buatan PT. Pindad Indonesia (sumber : republika.co.id, 16 februari 2023).

Eskalasi konflik di Papua terjadi lagi semenjak pilot pesawat Susi Air yang ber- kewarganegaraan New Zealand disandera februari lalu serta misi penyelamatan yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berakhir empat orang anggota TNI gugur. (news.republika.co.id. 20 april 2023). Pasukan yang gugur didalam misi penyelamatan ini disebut sebagai pasukan khusus yang sudah disiapkan, namun melawan kelompok bersenjata tetap kewalahan. Selain itu, satu anggota TNI lainnya juga tewas ditembak kelompok bersenjata di kabupaten Puncak, Papua tengah. (sumber : regional.kompas.com, 19 mei 2023).

II.    Tanggapan Tentang Tentara Bayaran Pengamat militer Intelijen dan Pertahanan dari Universitas Jenderal Ahmad Yani Bandung. Dr. Connie Rahakundini Bakrie dalam channel youtube R66 Newlitics pada selasa, 16 mei 2023 menyampaikan dugaannya bahwa kelompok bersenjata di Papua ini didukung oleh tantara bayaran dari luar negeri untuk menyerang pasukan elit TNI yang ditugaskan ke Papua untuk menyelamatkan pilot Susi Air.

Pengamat militer ini menyampaikan bahwa ada 4 grup tantara bayaran yang patut diduga mendukung kelompok bersenjata Papua, yaitu pertama Dyncrop dari Virginia Amerika Serikat, kedua Erinys dari Dubai, Arab, ketiga G4S yang berbasis dari London, dan keempat desertir TNI yang memilih mendukung kelompok bersenjata karena bayaran yang besar. Pernyataan dari ibu Connie ini saya pikir cukup memiliki dasar yang kuat karena memiliki beberapa bukti seperti penggunaan senjata modern yang digunakan kelompok bersenjata tersebut dan ketepatan penyerangan yang dilakukan kepada TNI. Namun, kita perlu lihat lebih spesifik lagi karena kelompok bersenjata yang menyebutkan diri mereka sebagai tantara pembebasan Papua ini sudah eksis semenjak tahun 1960 dan berbagai kegiatan militer telah mereka hadapi.

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, kelompok bersenjata ini bahkan melakukan penyerangan yang cukup besar seperti menembak mati Jenderal yang saat itu bertugas sebagai Kepala Badan Intelijen Daerah Papua, membunuh puluhan karyawan, memotong leher rakyat sipil dan divideokan serta melakukan berbagai penyerangan kepada TNI dan POLRI. Saya juga teringat pada tahun 2003 lalu, dimasa kecil saya di kabupaten Jayawijaya, kelompok ini membongkar Gudang senjata Kodim 1702/Jayawijaya dan mengambil berbagai jenis senjata milik TNI.

Contoh lainnya kelompok ini juga menyerang dan membunuh Polisi disalah satu polsek di kabupaten Lanny Jaya, dengan korban pada saat itu juga adalah orang asli Papua yang bertugas sebagai Polisi kemudian mengambil senjata petugas. Banyak penyerangan yang saya lihat dilakukan oleh kelompok bersenjata ini kepada TNI dan POLRI serta kepada masyarakat sipil.

Jika dilihat lebih jauh, saya pikir kelompok bersenjata ini tidak didukung oleh tantara bayaran dari luar negeri karena pasti akan terlihat dari berbagai aksi kekerasan yang dilakukan akhir-akhir ini. Kelompok ini dapat melakukan penyerangan dan berhasil karena mereka berperang di zona perang milik mereka, medan yang setiap hari mereka tinggali, selain itu, beberapa suku orang Papua pada dasarnya sudah memiliki insting perang, karena dibeberapa daerah konflik memang memiliki adat atau kebiasaan turun menurun yaitu menyelesaikan permasalahan dengan berperang.

Insting perang ini dibangun dengan kecerdasan emosional kedaerahan yang dimiliki, darah ganti darah, kepala ganti kepala, nyawa ganti nyawa, jadi jika dulu perang antar suku dilakukan menggunakan senjata tradisional saat ini kelompok tersebut telah konversikan dengan menggunakan senjata modern.

Kemudian, jika dibandingkan dengan ketangkasan pasukan khusus yang disebutkan pengamat militer adalah 20 orang rakyat sipil banding 1 TNI pasukan phusus, karena telah mengikuti pelatihan keras beberapa bulan atau tahun di hutan, saya sebut akan berbeda, karena kelompok bersenjata ini bukan masyarakat sipil biasa, mereka berlatih dihutan dengan skill berburu untuk mencari makanan dan bertahan hidup, bahkan mereka lahir dan potong pusat juga dihutan, jadi mereka sudah sangat menyatu dengan hutan dan alam di Papua. TNI yang datang tidak berperang dihutan
 
tempat mereka latihan, namun tempat kelompok bersenjata Papua tersebut Latihan. Jadi saya pikir mereka tidak mungkin menggunakan tantara bayaran. Bahkan jika menggunakan tantara bayaran, TNI kita lebih handal dari tantara bayaran.

III.    Jaringan Terorisme Bersenjata
Pertengahan tahun 2021 lalu, Pemerintah Indonesia telah mengumumkan bahwa kelompok bersenjata yang ada di Papua yaitu KKB atau TPN PB bukanlah kelompok biasa melainkan kelompok yang dikategorikan sebagai kelompok Teroris. Hal tersebut disampaikan oleh POLHUKAM RI yang kemudian mendapatkan banyak tanggapan, ada pihak yang setuju tetapi ada juga pihak yang menyampaikan perlunya kehati- hatian dalam pelebelan tersebut dengan pertimbangan collateral damage (sumber : nasional.tempo.com Komnas HAM minta Pemerintah Hati-hati Label Teroris untuk KKB Papua).

Masih ingatkan kita, peristiwa bersejarah yang dilakukan kelompok terorisme pada 08 september 2001 disaat kekuatan pertahanan Amerika Serikat dikejutkan dengan aksi terorisme ke Menara World Trade Center, atau aksi terorisme yang dilakukan di Indonesia, penyerangan di Sarinah Jakarta, bom bunuh diri di beberapa tempat ibadah.

Bahkan yang cukup viral adalah aksi seorang wanita simpatisan ISIS yang mempelajari tentang aksi terorisme hanya melalui internet kemudian pemahaman tentang kegiatan terorisme terbentuk dan meyakini bahwa aksi terorisme adalah benar, akhirnya berani masuk membawa senjata kedalam Mabes POLRI dan menyerang anggota Kepolisian. (sumber : news.detik.com Perempuan penyerang mabes Polri, Milenial kelahiran 1995)

Saat ini, perang dimensi ke-5, dimana penggunaan teknologi menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian. Perang ini dilihat sejalan dengan perkembangan terorisme generasi ke-3 atau terorisme global. Artinya penyebaran konten terorisme dan pengajaran untuk menjadi teroris dapat dilakukan secara daring (dalam jaringan). Semenjak kekalahan ISIS di timur tengah, jaringan terorisme terpecah kebeberapa negara seperti Afrika, Eropa, Asia Timur khususnya Asia Tenggara.

Di Asia tenggara sendiri khususnya Indonesia, sudah ada beberapa kelompok yang terafiliasi kelompok terorisme dan masih aktif pergerakannya adalah Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), Negara Islam Indonesia (NII), dan MIT (Mujahidin Indonesia Timur).

Saya mengamati aksi terorisme terus mengalami perkembangan melalui daring karena perkembangan teknologi sehingga muncul banyak simpatisan teorisme. Penyebaran paham terorisme melalui media sosial seperti ajakan ayo membela Isis yang pernah disampaikan oleh salah satu ketua organisasi di Indonesia. Perkembangan NII di daerah sumatera mengalami peningkatan setelah adanya
 
penangkapan 16 terduga teroris beberapa tahun lalu (sumber : news.detik.com 16 tersangka teroris yang ditangkap densus adalah jaringan NII).

Pergerakan kelompok bersenjata di Papua dan Jaringan terorisme menunjukan kepada kita bahwa Indonesia saat ini sedang menghadapi ancaman multidomain, bahwa ancaman datang dari berbagai sisi yaitu secara nyata dan juga cyberwarfare. Saya melihat dinamika ancaman perang ini sudah memasuki perang dimensi ke-5 yaitu perang kognitif.

Perang kognitif masuk melalui pemahaman baru dan intepretasi yang dibangun untuk merusak semangat persatuan dan kesatuan bangsa, dengan hal tersebut seseorang yang sudah terpapar akan merasa bahwa persatuan dan kesatuan bangsa tidak lebih penting dari tindakan terorisme, radikalisme dan kriminalisme. Dengan merusak kognitif generasi muda, maka kelompok kepentingan tersebut akan berhasil merusak masa depan bangsa.

Secara eksplisit hal ini telah terlihat dimasyarakat bahwa banyak kelompok penentang pemerintah hadir dimasyarakat untuk menyuarakan perpecahan, dari kelompok terorisme, simpatisan terorisme, hingga kelompok yang dikategorikan sebagai teorisme di Papua.

Jika saat ini telah terjadi perang dimensi ke-5 yaitu perang kognitif yang saya lihat berhasil mendoktrin secara filosis ideologis kepada anak muda, kelompok bersenjata Papua yang disebut kelompok teroris ini adalah hasil dari doktrin kognitif yang dilakukan oleh kelompok sebelumnya.

Maka yang harusnya kita kawatirkan bukanlah tantara bayaran dari luar negeri, tetapi jaringan terorisme di dalam negeri sendiri, jika setiap kelompok mengambil jalan tengah untuk bergabung menjadi satu kekuatan untuk melawan pemerintah maka akan lahir terorisme generasi ke-4 di Indonesia yaitu Jaringan Teroris Bersatu, antara terorisme global (generasi ke-3) dan kelompok bersenjata Papua yang dilabel teroris, mereka akan angkat senjata untuk memecah Indonesia dan hasilnya adalah terjadi perang dimensi ke-6 yaitu perang yang akan melibatkan teknologi terkini, kecerdasan buatan, satelit dan robotic.

Saya sebut perang dimensi ke-5 yang melahirkan terorisme generasi ke-4 akan menjadi pintu masuk terjadinya perang dimensi ke-6. Oleh sebab itu persimpangan atau interseksi tersebut perlu untuk diwaspadai dari perkembangan terorisme dibeberapa negara termasuk perkembangannya yang pesat di Indonesia melalui penjaringan keanggotaan dan ajaran propaganda daring yang menyerang kognisi, serta perkembangan penggunaan senjata modern dan bom oleh kelompok bersenjata di Papua, saya menyarankan perlu ada kehati-hatian militer dan intelijen terhadap terbukanya ruang komunikasi antara kelompok terorisme Isis, JI, JAD, JAK, NII, dan MIT dengan Kelompok jaringan terorisme di Papua.
 
Jika ruang tersebut terbuka maka tidak menutup kemungkinan ada penyeludupan tambahan senjata modern, penggunaan robotic hingga drone, pelatihan perang bersama, hingga perekrutan anggota demi kepentingan masing-masing kelompok.

Itulah sebabnya Presiden Soekarno katakan “Perjuanganku akan lebih muda karena melawan penjajah, dan perjuangan kita saat ini akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.

Kita perlu terus memberikan pemahaman tentang upaya didalam menerapkan 4 konsensus bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, dengan mengimplementasikan paradigma nasional yaitu Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, dan Kewaspadaan Nasional kepada seluruh warga negara Indonesia terutama bagi generasi muda yang rentan dipengaruhi kelompok Terorisme, Radikalisme, dan Kriminalisme. Agar generasi muda tidak mudah dipengaurhi kognisinya oleh jaringan terorisme dalam negeri.

Penulis adalah Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han, Analis Muda Indonesia yang berasal dari Serui, Papua dan lahir besar di Wamena, Papua Pegunungan, merupakan lulusan Cumlaude Pascasarjana Universitas Pertahanan Indonesia. red*


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Popular Posts

Categories

Arsip Blog

Recent Posts

Pages

Copyright © SUMUT NUSANTARA | Powered by Blogger